Semakin pesatnya perkembangan teknologi dan semakin meluasnya penggunaan internet, keamanan siber menjadi isu yang semakin mendesak untuk diperhatikan. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengambil langkah strategis dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu-isu keamanan siber yang masih belum mendapatkan perhatian yang cukup.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh APJII pada tahun 2023 mengenai tren keamanan siber di Indonesia, ditemukan bahwa 74,59 persen masyarakat masih belum mengetahui atau merasa tidak pernah mengalami kasus peretasan siber. Angka ini mengindikasikan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai ancaman keamanan siber masih sangat rendah.
Namun, fakta yang cukup mengkhawatirkan adalah 10,3 persen responden mengaku pernah mengalami penipuan secara online, sementara 7,96 persen lainnya pernah menjadi korban pencurian data pribadi, serangan peretasan, atau serangan phising. Meskipun demikian, sebanyak 95,17 persen masyarakat menyatakan bahwa mereka merasa tidak pernah mengalami kerugian akibat transaksi internet.
Zulfadly Syam, Sekretaris Jenderal Umum APJII, menjelaskan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa data pribadi mereka pernah diambil atau di-hack. Hal ini mengindikasikan kurangnya pemahaman mengenai pentingnya menjaga keamanan data pribadi dalam beraktivitas di dunia maya.
Namun, terdapat sekitar 20,69 persen responden yang mengaku memiliki tindakan yang lebih waspada dalam menjaga keamanan data mereka. Mereka tidak segan-segan menolak memberikan data pribadi ketika ada aplikasi yang memintanya. Angka ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat dalam menjaga privasi dan keamanan data pribadi mereka.
Salah satu faktor yang cukup memprihatinkan adalah bahwa sebesar 66,82 persen masyarakat Indonesia belum pernah mengganti kata sandi atau password untuk akun pribadi mereka. Dalam survei ini, 32,71 persen responden mengaku tidak pernah mengubah kata sandi dengan alasan takut lupa. Bahkan, sekitar 31 persen di antaranya mengaku tidak berniat mengganti kata sandi secara berkala.
Zulfadly menjelaskan bahwa profil individu masyarakat masih kurang aware terhadap pentingnya penggunaan password yang kuat dan rutin mengubahnya. Penggunaan kata sandi yang lemah dan jarang diubah merupakan celah yang bisa dimanfaatkan oleh peretas untuk mengakses data pribadi pengguna.
Selain itu, survei juga mengungkapkan bahwa sebesar 36,4 persen masyarakat masih menggunakan kombinasi angka sebagai mode kunci untuk membuka ponsel mereka. Penggunaan
metode yang sederhana ini memberikan risiko keamanan yang lebih tinggi, karena bisa lebih mudah ditebak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Melihat hasil survei yang mengkhawatirkan ini, APJII bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai isu keamanan siber. Salah satu langkah yang diambil adalah meningkatkan peran Internet Service Provider (ISP) sebagai pintu utama akses internet bagi masyarakat.
Muhammad Arif, Ketua Umum APJII, mengungkapkan bahwa kerjasama ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu keamanan siber. Langkah ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan terpercaya bagi semua pengguna internet di Indonesia.
APJII dan BSSN memiliki rencana untuk meluncurkan serangkaian program dan kampanye edukasi yang ditujukan untuk masyarakat umum dan penyedia layanan internet. Program ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan agar masyarakat dapat menggunakan internet dengan aman dan sehat.
Dalam era digital yang semakin kompleks ini, kesadaran masyarakat mengenai keamanan siber harus ditingkatkan. APJII dan BSSN berkomitmen untuk terus bekerja sama dan mengedukasi masyarakat agar dapat menghadapi tantangan keamanan siber dengan bijak. Dengan demikian, diharapkan masyarakat Indonesia dapat menjelajahi dunia digital dengan lebih aman dan percaya diri.